Pengertian dan Hukum Waqaf Menurut Ulama Mazhab

Latar Belakang Waqaf

Sebelum mengenal macam-macam waqaf terlebih dahulu harus mengenal tentang pengertian waqaf menurut imam mazhab. Pengertian wakaf menurut mazhab Syafi’i dan Hambali adalah “seseorang menahan hartanya untuk bisa dimanfaatkan di segala bidang kemaslahatan dengan tetap melanggengkan harta tersebut sebagai taqarrub kepada Allah swt”. Waqaf merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah swt dengan cara menyerahkan sebagian harta yang dimiliki kepada pihak lain untuk kemaslahatan umat. Harta waqaf tidak dijadikan milik seseorang atau milik pribadi, akan tetapi menjadi milik umum untuk dijadikan sarana kemaslahatan umat Islam.



Pengertian wakaf menurut mazhab Hanafi

Pengertian wakaf menurut mazhab Hanafi adalah “menahan harta-benda sehingga menjadi hukum milik Allah swt”. Artinya, seseorang yang mewakafkan sesuatu berarti ia melepaskan kepemilikan harta tersebut dan memberikannya kepada Allah untuk bisa memberikan manfaatnya kepada manusia secara tetap dan kontinyu, tidak boleh dijual, dihibahkan, ataupun diwariskan. Harta waqaf tidak dapat dipertukarkan dengan apapun. Artinya harta waqaf tidak boleh dipergunakan untuk hal-hal lain atau digunakan pada hal-hal yang merugikan umat Islam. Harta waqaf harus benar-benar dijadikan sebagai sumber daya untuk kemaslahatan umat islam.

Pengertian wakaf menurut imam Abu Hanafi

Pengertian wakaf menurut imam Abu Hanafi adalah “menahan harta-benda atas kepemilikan orang yang berwakaf dan bershadaqah dari hasilnya atau menyalurkan manfaat dari harta tersebut kepada orang-orang yang dicintainya”. Berdasarkan definisi dari Abu Hanifah ini, maka harta tersebut ada dalam pengawasan orang yang berwakaf (wakif) selama ia masih hidup, dan bisa diwariskan kepada ahli warisnya jika ia sudah meninggal baik untuk dijual atau dihibahkan.

Definisi ini berbeda dengan definisi yang dikeluarkan oleh Abu Yusuf dan Muhammad, sahabat Imam Abu Hanifah itu sendiri. Pengertian waqaf menurut Abu Hanifah lebih mengarah kepada hibah, dalam artian dapat dipergunakan dan diperjualbelikan dan dapat diwariskan kepada ahli waris.




Hal tersebut bertentangan dengan hadits nabi Muhammad saw yang menyatakan bahwa harta waris tidak boleh dipusakai/diwarisi, dihibahhkan dan diperjual belikkan kepada pihak lain. Namun Abu hanifah mentafsirkan hadits tersebut dengan epistemologi bayaniyah. Artinya kata larangan yang terdapat dalam hadits bukanlah sebagai larangan yang wajib dijauhi, akan tetapi hanya sebagai larangan yang memiliki makna kebolehan.


Pengertian wakaf menurut mazhab Maliki

Pengertian wakaf menurut mazhab Maliki adalah “memberikan sesuatu hasil manfaat dari harta, dimana harta pokoknya tetap/lestari atas kepemilikan pemberi manfaat tersebut walaupun sesaat”. Menurut mazhab maliki harta waqaf merupakan harta yang dapat dikembalikan kepada pemiliknya, hanya saja yang menjadi waqaf adalah manfaat yang diihasilkan oleh harta pokok yang diwaqafkan. Sedangkan harta pokok bisa dipergunakan oleh waqif sebagai pemilik sah dan dapat mengambil kembali harta tersebut.

Dari definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa wakaf itu termasuk salah satu diantara macam pemberian, akan tetapi hanya boleh diambil manfaatnya, dan bendanya harus tetap utuh. Oleh karena itu, harta yang layak untuk diwakafkan adalah harta yang tidak habis dipakai dan umumnya tidak dapat dipindahkan, misalnya tanah, bangunan dan sejenisnya. Utamanya untuk kepentingan umum, misalnya untuk masjid, mushala, pondok pesantren, panti asuhan, jalan umum, dan sebagainya.

Hukum Waqaf Menurut Islam

Hukum wakaf sama dengan amal jariyah. Sesuai dengan jenis amalnya maka berwakaf bukan sekedar berderma (sedekah) biasa, tetapi lebih besar pahala dan manfaatnya terhadap orang yang berwakaf. Pahala yang diterima mengalir terus menerus selama barang atau benda yang diwakafkan itu masih berguna dan bermanfaat. Hukum wakaf adalah sunah. Ditegaskan dalam hadits yang artinya Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga (macam), yaitu sedekah jariyah (yang mengalir terus), ilmu yang dimanfaatkan, atau anak shaleh yang mendoakannya.



Harta yang diwakafkan tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Akan tetapi, harta wakaf tersebut harus secara terus menerus dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum sebagaimana maksud orang yang mewakafkan. Hadits Nabi yang artinya: “Sesungguhnya Umar telah mendapatkan sebidang tanah di Khaibar. Umar bertanya kepada Rasulullah saw; Wahai Rasulullah apakah perintahmu kepadaku sehubungan dengan tanah tersebut? Beliau menjawab: Jika engkau suka tahanlah tanah itu dan sedekahkan manfaatnya! Maka dengan petunjuk beliau itu, Umar menyedekahkan tanahnya dengan perjanjian tidak akan dijual tanahnya, tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan.” Dari sinilah timbul berbagai macam bentuk waqaf dalam islam.



Popular posts from this blog

Macam-Macam Amtsal dan Contohnya

Langkah-Langkah Penggunaan Media Gambar dalam Pembelajaran

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TANAMAN SAWI